Obat dewa Itulah sebutan yang biasa dialamatkan kepada golongan obat yang satu ini : kortikosteroid.
Kortikosteroid yang beredar di Indonesia di antaranya
dexamethasone, betamethasone, methylprednisolone, prednisone , dan
triamcinolone .
Kemampuannya untuk memberikan efek cespleng pada berbagai keluhan-keluhan yang umum terjadi membuatnya menjadi semacam konsumsi wajib di kalangan masyarakat awam ketika gejala-gejala yang mengganggu muncul. Mulai dari pegal-pegal, nyeri sendi dan pinggang, alergi, asma, dan gatal-gatal bisa disembuhkan, hingga (katanya) membuat badan jadi ‘enteng’. Namun dibalik khasiatnya, ternyata terdapat efek yang berbahaya jika obat ini digunakan asal-asalan. Ikuti terus artikel ini.
Apa itu kortikosteroid?
Kortikosteroid adalah golongan obat hormonal. Ia bekerja dengan mempengaruhi ekspresi gen pada inti sel tubuh sehingga secara luas mempengaruhi efek kerja tubuh meliputi metabolisme elemen penting tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, dan keseimbangan cairan serta elektrolit tubuh. Selain itu ia mempengaruhi kerja sistem peredaran darah, imunitas, sistem kerja otot dan tulang, hormon, dan syaraf. Ia juga menekan efek peradangan yang erat kaitannya dengan kerja sistem imun. Gejala-gejala seperti pegal-pegal, nyeri sendi dan pinggang, alergi, asma, dan gatal-gatal melibatkan mekanisme peradangan.Karena efek menekan peradangan kortikosteroid dapat meredakan gejala-gejala tersebut. Kortikosteroid juga diresepkan oleh dokter untuk menangani penyakit yang disebabkan reaksi sistem imun (penyakit autoimun).
Memang apa bahayanya?
Secara logis, ketika suatu obat memiliki efek terapi yang luas, maka resiko terjadinya efek samping pun juga meluas. Efek samping yang paling sering terjadi tersebut di antaranya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, gangguan kerja otot dan tulang, hipertensi, osteoporosis, haid, peningkatan kadar gula dalam darah dan menurunnya sensitifitas kerja hormon insulin, tidak teratur, penyembuhan luka melambat, penumpukan lemak di bawah kulit, mual, peningkatan nafsu makan dan bobot badan, iritasi pada saluran cerna, peningkatan tekanan pada bagian dalam bola mata (tekanan intraokular) yang dapat memicu glaukoma,hambatan pertumbuhan pada anak, dan masih banyak resiko efek samping lainnya.
Frekuensi dan resiko terjadinya efek samping berbeda-beda pada setiap pasien, namun efek samping itu tentu saja beresiko tinggi ketika kortikosteroid ini digunakan dalam jangka waktu panjang tanpa persetujuan dokter.
Penggunaan kortikosteroid dengan resep dokter pun tidak sembarangan. Dokter tidak akan langsung menghentikan penggunaan kortikosteroid yang diresepkan dalam jangka waktu relatif panjang. Dokter yang baik akan memulai pengobatan dengan kortikosteroid mulai dari dosis rendah dan ditingkatkan perlahan, begitu pula saat akan menghentikan pengobatan. Dokter akan menurunkan perlahan dari dosis tinggi hingga dosis rendah untuk kemudian dihentikan. Anda tidak perlu khawatir bila menggunakan obat ini sesuai aturan dokter dan apoteker.
Kortikosteroid tidak boleh digunakan bila pasien sedang dalam kondisi tukak (sakit maag), osteoporosis, infeksi akut, sedang menerima vaksin, dan sedang menyusui.
Lalu harus bagaimana?
Oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), kortikosteroid digolongkan sebagai obat keras atau obat yang hanya bisa diperoleh dengan resep dokter. Sangat wajar mengingat efek tidak diinginkan yang mungkin muncul bila obat ini digunakan asal-asalan. Namun kenyataannya, obat ini sangat mudah untuk dibeli bebas di apotek-apotek yang ‘nakal’, bahkan di warung-warung di pelosok desa. Maka kesadaran kitalah yang jadi benteng terakhir bagi tubuh kita sendiri.
Akhir kata, hindarilah penggunaan kortikosteroid tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan dokter dan apoteker terpercaya. Ceritakanlah sejelas mungkin kepada dokter bila Anda sedang mengalami kondisi dimana kortikosteroid tidak boleh digunakan.
Semoga bermanfaat! Salam hangat, salam sehat!
Oleh : Zulfan Zazuli, S.Farm, Apt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar