Rencana diskusi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dituding sebagai aksi makar, hingga berujung teror pada penyelenggara dan keluarganya, sampai akhirnya dibatalkan. FH UGM mengecam aksi teror itu dan siap melindungi kegiatan akademik sivitasnya.
Dekan FH UGM Sugeng Riyanto menjelaskan kegiatan tersebut murni diskusi ilmiah sesuai minat dan konsentrasi keilmuan mahasiswa di bidang hukum tata negara. Komunitas mahasiswa “Constitutional Law Society” sedianya menggelar diskusi online bertema “Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan”, Jumat (29/5).
Mahasiswa membuat poster diskusi yang semula berjudul “Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” itu. Poster ini lantas tersebar dan beredar viral di media sosial sehari sebelum acara digelar.
"Viralnya poster ini diduga salah satunya, dipicu oleh tulisan seorang bernama: Ir. KPH Bagas Pujilaksono Widyakanigara, M.Sc, Lic.Eng, Ph.D yang berjudul “Gerakan Makar di UGM Saat Jokowi Sibuk Atasi Covid19” di laman tagar.id," kata Sugeng dalam siaran pers, Jumat (29/5).
Bagas adalah dosen Fakultas Teknik UGM. Soal rencana diskusi itu, Bagas menulis, “Inikah demokrasi, pada saat bangsanya sibuk bergotong-royong mengatasi pandemic Covid-19, kelompok sampah ini justru malah mewacanakan pemecatan Presiden. Ini jelas makar dan harus ditindak jelas.”
Menurut Sugeng, mahasiswa telah mengubah judul di poster, disertai permohonan maaf dan klarifikasi maksud dan tujuan diskusi di akun Instagram “Constitutional Law Society”. Saat itu, pendaftar peserta diskusi ini mencapai sekitar 250 orang.
"Tanggal 28 Mei 2020 malam, teror dan ancaman mulai berdatangan kepada nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan: pembicara, moderator, serta narahubung. Berbagai terror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta ketua komunitas CLS," tutur Sugeng.
Teror itu berupa pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga kedatangan beberapa orang. Teror bukan hanya menyasar penyelenggara diskusi, tetapi juga anggota keluarga mereka, termasuk orang tua mahasiswa.
Salah satu ancaman berbunyi, “Bilangin ke anaknya. Suruh datang ke polres sleman. Kalo gak apa mau dijemput aja? Atau gimana? Saya akan bunuh keluarga bapak semuanya kalo gabisa bilangin anaknya.”
Menurut Sugeng, selain mendapat teror, nomor telepon dan akun media sosial anggota CLS diretas. Peretas menyalahgunakan akun media sosial itu untuk menyatakan pembatalan diskusi, sekaligus mengeluarkan semua peserta di grup diskusi.
Akun instagram CLS pun tidak dapat diakses lagi. "Demi alasan keamanan, pada siang itu untuk hari tanggal 29 Mei 2020 siang, mahasiswa penyelenggara kegiatan memutuskan untuk membatalkan kegiatan diskusi tersebut," kata Sugeng.
Atas kejadian ini, FH UGM menyatakan tetap mengapresiasi dan mendukung kegiatan diskusi akademik mahasiswa tersebut. "Kegiatan ini merupakan salah satu wujud kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat yang selayaknya kita dukung bersama," kata Sugeng.
FH UGM juga mengecam sikap dan tindakan intimidatif terhadap rencana kegiatan diskusi yang berujung pada pembatalan. Hal ini bentuk ancaman nyata bagi mimbar kebebasan akademik, apalagi dengan menjustifikasi sepihak secara brutal bahkan sebelum diskusi dilaksanakan.
"FH UGM mendorong segenap lapisan masyarakat untuk menerima dan menghormati kebebasan berpendapat dalam koridor akademik, serta berkontribusi positif dalam menjernihkan segala polemik yang terjadi di dalam masyarakat," kata Sugeng.
Selain itu, kampus juga mengecam berita provokatif dan tidak berdasar terkait dengan kegiatan akademis tersebut hingga tersebar di berbagai media dan memperkeruh situasi. Hal ini mengarah pada perbuatan pidana penyebaran berita bohong, serta pencemaran nama baik.
"FH UGM perlu menyampaikan pentingnya kesadaran hukum kepada seluruh masayarakat untuk tidak melakukan tindakan kejahatan dan pelanggaran hukum, utamanya yang menyebabkan kerugian bagi pihak lain dan masyarakat umum," tutur Sugeng.
Sugeng menyatakan FH UGM berempati pada keluarga mahasiswa yang mendapat tekanan psikologis akibat ancaman teror, terlebih saat pandemi. "Fakultas Hukum UGM perlu melindungi segenap civitas akademika, termasuk semua yang terlibat di kegiatan tersebut, terlebih dengan terjadinya intimidasi, teror, dan ancaman kepada pihak-pihak di dalam kegiatan tersebut, termasuk keluarga mereka," tuturnya.
Menurutnya, FH UGM telah mendokumentasikan segala bukti ancaman tersebut. "Kami mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka melindungi segenap civitas akademika FH UGM serta pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa ini," ujarnya.