-->
w
| Tentang | Ketentuan| Privacy & Policy | Disclaimer | | Alamat : Jalan Desa Harapan Sudirman No. 71A Duri Riau 28884 |
| ☎ Call / Chat Wa : 0853 6582 0822 | ✉ Email :admin@duririau.com |

Kami menjual Rumah Siap Huni, Kaplingan Strategis, juga menerima Borongan Bangunan




Harga Promo Khusus Member, Ayo bergabung, S & K Berlaku



Popular Post

Selasa, 13 Januari 2015

Orang Minang tidak masuk hitungan Saudagar lagi !

Majalah Globe Asia Edisi Juni 2013 merilis 150 orang terkaya di Indonesia.  Dalam urutan orang-orang terkaya tersebut kita bisa menjumpai nama-nama terkenal dari kalangan pribumi seperti Aburizal Bakrie (nomor urut 6),  Chairul Tanjung (12), Hasyim Djojohadikusumo (37),  Jusuf Kalla (60), dan Dahlan Iskan (93). Jika kita teliti satu persatu, sampai urutan paling buncitpun, tidak ditemukan pengusaha berdarah Minang yang mampu menerobos masuk sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia.
Sudah lama sebenarnya majalah Majalah Forber Indonesia dan Majalah Globe Asia merilis orang-orang terkaya di Indonesia dan dunia. Tetapi tidak pernah ada satupun pengusaha atau saudagar Minang  yang nyantol di dalam urutan orang-orang terkaya tersebut. Pada hal selama ini ada pandangan bahwa di Indonesia, hanya saudagar-saudagar  Minang  yang dapat mengimbangi saudagar dari etnis China. Pada hal,  orang-orang Minang dikenal sebagai pedagang dan saudagar yang hebat dan gigih.
Namun data-data yang ditampilkan Majalah Globe Asia dan Forbes Indonesia selalu berbicara sebaliknya. Dari 150 orang terkaya di Indonesia,  sebanyak 127 adalah pengusaha dari kalangan etnis non pri, yang didominasi oleh etnis Tionghoa. Hanya sebanyak 22  orang yang berasal dari kalangan pribumi. Orang kaya dari dari kalangan pribumi tersebut, tidak ada seorangpun yang berdarah Minangkabau. Aburizal Bakrie dan Chairul Tanjung memang orang Sumatera, tetapi bukan Sumatera Barat atau keturunan orang Minang. Aburizal Bakrie berasal dari Kalianda Lampung (ayah) dan Sumatera Utara (ibu). Chairul Tanjung ayahnya bermarga Tanjung dari Sumatera Utara, sedangkan  ibunya dari Sukabumi Jawa Barat, sebagaimana dijelaskannya dalam buku “Chairul Tanjung si Anak Singkong”.
Yang menjadi pertanyaan mengapa para saudagar Minang yang sampai sekarang masih mendominasi pasar-pasar tradisional di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, tidak mampu mencapai posisi sebagai pengusaha besar dan papan atas?. Seluruh pengusaha dan saudagar Minang terbukti hanya mampu mencapai posisi sebagai pengusaha kelas menengah-bawah atau kelas kakilima (PKL). Bahkan pengusaha restoran/Rumah Makan Sederhana, Bustaman, yang punya outlet hampir 150 buah di seluruh Indonesia, seperti tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Djoko Susanto, pemilik jaringan retail Alfa yang bercokol di urutan ke-20 orang terkaya di Indonesia.
Dalam berbagai diskusi, kewirausahaan saudagar Minang seringkali dianalisis, bukan pada keunggulannya, tetapi pada kelemahannya. Ada yang membuat analisis bahwa kelemahan saudagar Minang terletak pada tidak dilibatkannya anak-anak dalam kegiatan bisnis orang tuanya. Akibatnya tidak ada  anak-anak yang  menjadi penerus bisnis yang sudah dirintis dengan susah payah  oleh orang tua mereka. Bisnis dan perusahaan orang Minang putus setelah generasi pertama yang menjadi perintis berdirinya perusahaan tutup usia. Dahulu ada sejumlah konglomerat berasal dari Minangkabau, antara lain Rahman Tamin (pengusaha besar tekstil). Tetapi perusahaan besar itu bubar tidak lama setelah Rahman Tamin wafat.
Kelemahan tersebut dikaitkan pula dengan fragmentasi perusahaan setelah si ayah meninggal dunia. Tidak jarang yang terjadi adalah aset-aset perusahaan dibagi habis oleh para ahli waris, dan perusahaan yang dirintis dan dibebaskan dengan susah payah, akhirnya terhenti dan berakhir. Hal itu tidak terjadi pada perusahaan-perusahaan milik saudagar Tionghoa, yang sejak awal sudah memposisikan anak pertama sebagai pelanjut dan pemimpin  usaha setelah orang tua mereka meninggal dunia. Sistem pewarisan usaha tersebut ditiru pula oleh pengusaha pribumi seperti pada Bakrie Group dan Kalla Group. Dengan cara demikian perusahaan tetap berjalan dan terus berkembang.
Ada pula yang membuat analisis bahwa kelemahan saudagar Minang terletak pada sikap egoisme mereka yang sangat tinggi. Sebagian besar bisnis yang dijalankan saudagar  Minang merupakan bisnis milik sendiri. Saudagar Minang sulit menjalin kerjasama usaha dalam bentuk perkongsian. Kalaupun ada,  hanya pada tahap perintisan usaha. Sesudah itu perkongsian tersebut pecah, masing-masing menempuh jalan sendiri-sendiri. Pada hal, salah satu kunci keberlanjutan perusahaan saat ini adalah kemampuan perusahaan dalam menumbuhkan jaringan kerjasama (network) yang solid dan kompak.
Tentunya merosotnya kewirausahaan dari pengusaha berdarah Minangkabau seharusnya menjadi perhatian serius berbagai kalangan di Sumatera Barat.  Pemda Propinsi Sumatera Barat perlu mengambil langkah-langkah untuk meneliti dan mengkaji berbagai faktor penyebab dari merosotnya kewirausahaan Minangkaba. Kalangan akademisi perlu pula dilibatkan dalam kegiatan penelitian dan kajian tersebut. Namun yang lebih penting adalah dihasilkannya rekomendasi yang bisa secepatnya dilaksanakan. Diharapkan, dari kegiatan tersebut dapat dirumuskan berbagai langkah guna menumbuhkan kultur baru kewirausausahaan pengusaha Minang yang tahan banting dan mampu bersaing di era globalisasi ekonomi sekarang ini.

kalau jawaban saya BM70COM adalah :

sebab karena kok kayo, kayolah surang inyo,
sanak famili saudara, ah matilah disinan !
pitih ndak badunsanak !

sumber : http://renunganlepas.wordpress.com/2013/08/09/merosotnya-saudagar-minang/


4 komentar:

Unknown mengatakan...

Saya pikir chairul tanjung orang minang...

Semoga kedepan saya bisa mengisi posisi diatas...

Bg kalo kita buat komunitas blogger di duri ni gimana bang ?

Unknown mengatakan...

Yo bana tu bang...
Awak ado juo mandanga kato2 mode itu nyo...
Awak yang badunsanak nyo, pitih kan ndak badunsanak do katonyo...

BM70COM DURIRIAU mengatakan...

@ GUNAWAN EFENDI :

Terimakasih telah mengunjungi blog Awak dan memberi komentar yang baik (y)
1. sekedar membuat organisasi atau komunitas itu gampang dan sangat mudah, yang menjadi masalah telah sangat banyak organisasi dan komunitas tapi apa hasilnya ?
dan apa yang telah didapat setiap member atau anggota,
kalau bisa berkumpul untuk sama membangun untuk kebaikan dan kemajuan.
2. kembali pada masalah uang, dan usaha sayang sekali minang sekarang tinggal kerbaunya !
hahaha,,,,,,
dan minangnya atau kemenangan sudah punya orang lain.

Unknown mengatakan...

untuk no 1 saya bingung mau jawab nya bang...

no 2. itulah pr kita bg sebagai anak minang. kita harus bisa mambangkik batang tarandam....

Posting Komentar