-->
w
| Tentang | Ketentuan| Privacy & Policy | Disclaimer | | Alamat : Jalan Desa Harapan Sudirman No. 71A Duri Riau 28884 |
| ☎ Call / Chat Wa : 0853 6582 0822 | ✉ Email :admin@duririau.com |

Kami menjual Rumah Siap Huni, Kaplingan Strategis, juga menerima Borongan Bangunan




Harga Promo Khusus Member, Ayo bergabung, S & K Berlaku



Popular Post

Selasa, 14 Desember 2010

DANA HAJI YANG MENGENDAP HINGGA 22,4 TRILIUN

DI Indonesia bahkan biaya ibadah haji pun tak luput dari penyelewengan. Hampir setiap tahun terdengar adanya manipulasi dalam perjalanan suci umat Islam itu. Tahun ini dugaan patgulipat muncul lagi dengan modus lain: setoran awal ongkos naik haji yang mengendap dalam deposito Menteri Agama dijadikan jaminan bisnis perusahaan swasta (majalah Tempo edisi 6-12 Desember 2010).

Ini perkara yang menyangkut uang hampir Rp 2 triliun. Dari sebuah dokumen, diketahui bahwa PT Daestra Rajawali Perkasa, yang menjadi pihak pertama dalam kesepakatan, berjanji memberikan pinjaman dana kepada PT Kranggo Bakti Persada. Jaminannya sertifikat deposito Menteri Agama di Bank BNI.

Hubungan kedua perusahaan itu dengan Menteri Agama ataupun Kementerian Agama belum terang benar. Tapi bisnis kedua perusahaan ini tak ada kaitannya dengan haji. Majalah Tempo menemukan PT Daestra berkantor di sebuah rumah sederhana di Batam, Kepulauan Riau. Bisnis perusahaan itu serabutan: bengkel, penyewaan mobil, sampai event organizer yang menyediakan artis dan pelawak.

Adapun PT Kranggo berkantor di sebuah gudang jual-beli mobil bekas di Cawang, Jakarta Timur. Perusahaan ini pernah mendapat proyek pengangkutan batu bara dari Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat, ke Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara. Proyek terhenti setelah bohirnya ditangkap.

Penggunaan sertifikat deposito Menteri Agama sebagai jaminan bisnis perusahaan swasta jelas melanggar hukum. Sejauh ini pihak Kementerian ataupun BNI membantah mengetahui urusan perusahaan swasta ini. Tapi kelak pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), misalnya, perlu mengusut deposito Menteri Agama yang diduga dijaminkan ke perusahaan swasta itu.

Soalnya, bila deposito hampir Rp 2 triliun itu dipakai sebagai jaminan kredit, separuh saja dari nilai jaminan, itu artinya pihak ketiga yang meminjam uang dari bank bisa mendapat plafon kredit sampai Rp 1 triliun. Dengan bunga kredit di pasar 10-11,5 persen, setahun bank bisa meraup Rp 100-115 miliar, jauh di atas bunga deposito yang diterima Kementerian Agama. Di tangan mereka yang punya naluri bisnis, dan otoritas cukup atas dana itu, selisih ini bisa mendatangkan keuntungan tak sedikit.

Kementerian Agama dan juga BNI sangat berkepentingan memastikan bahwa pihaknya tidak terlibat. Prinsip kehati-hatian wajib dalam mengelola dana 1,1 juta calon haji yang kini dalam daftar tunggu. Dana Rp 22,4 triliun, sampai akhir November lalu, merupakan titipan calon “tamu Tuhan” yang dikumpulkan bertahun-tahun. Dari dana jemaah itu, Kementerian Agama menikmati bunga deposito sekitar Rp 100 miliar sebulan tanpa mengembalikan sedikit pun kepada jemaah.

Sudah waktunya dana haji dikelola secara profesional. Sebaiknya Kementerian Agama mendengarkan saran Komisi Pemberantasan Korupsi dan BPK agar pemerintah membentuk Badan Layanan Umum. Pemerintah cukup bertindak sebagai pembuat aturan dan menjatuhkan sanksi kepada pihak yang tak melaksanakan aturan. “Dwifungsi” pemerintah seperti sekarang--sebagai regulator sekaligus pelaksana--terbukti rawan penyimpangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar